Kamis, 26 Maret 2015

Maman PS di mata Kak Mamad

Maman PS

Aku mengenalnya sekitar tahun 1900-an tepatnya aku sendiri lupa. Kalau kuhitung-hitung ada kira-kira 15 tahunan bahkan lebih aku bersamanya. Lumayan lama juga, waktu pertama mengenalnya aku sudah menekuni dunia lukisan secara profesional (maksudku sudah nawaitu bin niyat mati orip nang alam lukisan .... ektrim ya). 

Saat berkunjung ke rumah beliau di jalan Tanjung Wira No. 13 GKB Gresik. Aku sempat kagum dan sedikit heran, aku lihat beberapa tube cat dalam ukuran besar bergeletakan dalam jumlah yang aku bilang tidak sedikit. Cckkk...cckkk... maklum aku pelukis daerah dan belum pernah bertandang ke kota-kota lain jadi sempat terperangah ketika melihat peralatan lukis yang begitu melimpah ruah. Waktu itu aku masih memakai cat Maries' yang isi 14 harganya waktu itu sekitar 9.000,-an rupiah, beli di Toko 87 Gresik. Pada saat itu satu-satunya toko yang terlengkap di kotaku.

Aku mengenal beliau lewat almarhum pelukis M. Sa'dan Abdullah. Sewaktu beliau masih hidup aku sempat boncengan ke jalan Legundi Surabaya (Tempat tinggal P. Maman yang lama) dengan niatan mau sillaturrohmi sekaligus kenalan, aku hanya ditemui seorang gadis kecil yang bernama Mbak Ika. Maaf pak, Bapak sekarang masih di Jakarta, kata Mbak Ika saat itu.

Waktupun berlanjut selang 5 tahunan kemudian ternyata secara tidak sengaja Pak Maman PS pulang ke Surabaya, sekitar pukul 2 siang waktu itu aku dan teman-teman sedang melukis bersama di salah satu studio seni milik saudara iparku Achmad Safi'i di desa Roomo Gresik. Tiba-tiba beliau muncul, dan menceritakan keinginannya untuk tinggal di kota Gresik. Dan beliau mengatakan telah membeli rumah di Jalan Tanjung Wira GKB. Pada saat itu beliau menawarkan, saya ingin dibantu memasang kanvas atau keperluan kecil, bila ada teman-teman yang longgar waktunya monggo silahkan dan tentu ada uang imbalannya.

Jujur saja waktu itu aku tidak merespon, barangkali saat itu mungkin aku ada banyak kesibukan. Selang beberapa bulan kemudian aku dapat kabar dari Yayak (teman pelukis juga dari Gresik). Mad kalau kamu ada waktu longgar coba kamu bantu Pak Maman, kata Yayak kepadaku. Saat itu justru Yayak sudah lebih akrab sama Pak Maman, bahkan sempat melakukan hunting melukis bersama di salah satu daerah perbukitan di kota Gresik. 

Entah jodoh atau apalah namanya, tiba-tiba aku ingin bermain mengunjungi ke Rumah Pak Maman di GKB ( o..iya saat itu Pak Maman sudah tidak menetap lagi di Jakarta, akan tetapi beliau memilih untuk pulang pergi bila ada keperluan di sana). Sesampai di rumah beliau aku disambutnya  dengan baik, lantas kami berdua ngobrol bercerita tentang pengalaman di Jakarta dan seputar dunia kesenian. Setelah kecapean ngobrol, beliau menawarkan apakah saya bersedia membantu hal-hal kecil bila dibutuhkan. Dan akupun menyanggupinya. Aku berfikir mencari duwit sangatlah sulit, apalagi aku bisanya cuma nggambar. Okelah aku terima toh selain dapat imbalan uang aku juga dapat ilmu melukis.

Nah mulai detik inilah boleh dibilang sebagai cikal-bakalnya aku bisa mengenal siapa sebenarnya Pak Maman PS. Selain sebagai kawan, teman ngobrol, guru bahkan menurut beliau aku bisa dianggap sebagai anak dalam pengertian idiologi.

Bersambung ya.....!!!!

Pembukaan Pameran Lukisan Tetap Semangat Tiko Hamzah di WEP Gresik

Maman PS - Asri Nugroho dan Kak Mamad

Pameran Lukisan Di Balai Budaya Jakarta

Fhoto- fhoto kenangan Pameran Tunggal di Balai Budaya Jakarta





















Pameran Tunggal Di Jakarta

Pameran Tunggal Di Jakarta







Minggu, 13 Juli 2014

Karya-Karya ku





Sang Pewaris
The  Power of Love

Seribu yang Belum dan Telah Dilahirkan

Balada

Nyanyian Sunyi

Minggu, 29 Desember 2013

Kesendirianku



Studioku di Gresik

Rumah di Gresik, semacam studio yang ku idami-damkan, meskipun bukan. Rumah kopel kecil,tempat aku menikmati kesendirianku pedih sekaligus sepiku rak-rak buku yang sangat meng inspirasi merangsang menulis banyak hal ,kehidupan, social,budaya,kesenian bahkan tentang spiritual .tak ada siapapun anak, istri, cucu di Surabaya.
Rumah di Gresik sermacam pembuangan yang memilukan dan itu pilian hidup,.banyak lukisanku dilahirkan dirumah ini berserakan, di teras ruang tamu, kamar,l oteng gudang, 
Tak ada tempat duduk seandainya ada tetamu, tapi jarang ada.

Rumah di Gresik tempat aku merenung, berfikir berimajinasi menuangkan segala gagasan melukis dan menulis  meski Gresik kota industri kota yang berdengung, gemuruh mesin mesin produksi kota polusi kota yang tak butuh seni 
Seperti kota kota lain diseluruh tanah air.
Bersolek sedikit genit menetap apa yang disebut pembangunan.fisik atau bentuk kepongahan,bisa jadi bangga diri, ku mengacuhkan semua itu.sebab yang kumaksud rumah bukan barang atau fisiknya, tapi lebih kepada dimana aku bias merebahkan segala bebanku meski tak merasa  benar benar meresa punya tempat tinggal dn kebetulan kota Gresik tak KRASAN disuatu tempat AKU YANG TERDALAM.

Kecoak ,semut,kadang-kadang satu dua tikus yang jadi penghuni rumahku Tuhan mengirim mahluk untuk menghuni rumahku. Satu lagi yang kita sebut  tokek nama menurut bunyinya raksasa bagi si cicak. Mereka saling berdampingan dan akupun tak terganggu olehnya ia sering berbicara pada umat manusia ia tak mendengar suaranya itu tak mengejutkanku,walau utusan Tuhan itu berbentuk tokek sungguh pengasih dia hingga berkenaan menangani manusia sehina diriku
Tok……tok…..tokek.bahasa tak kupahami yang dikatakan untuk umat manusisa. Tentunya harus kuhami tapi itu bukan urusanya aku jaga harus mengira suara itu memiliki makna apaun tapi maknanya barang kali menatap tepat ketiadaan makna
Tak ada keajaiban,itulah yang dikatakan Tuhan kepadaku, ketidak puasan abadi, kuajukan pernyataan padanya”haruskah ada yang kucari:”?
Hening sekeliling dalam senyap,aku tercengang dalam ketenengan,sebuah ketenangan surgawi tak ada kegembiraan-kegembiraan berhubungan dengan kesedihan

Malam itu sepi , sunyi.
Ketika rohku membumbung tak tahu badanku berada dimana ku coba keluar rumah menengadah keatas gelap tanpa bintang, awan berarak bak karnaval.

Aku tak tahu, bahwa aku tak mengerti apa-apa, aku juga mengira bahwa mengerti semuanya. Peristiwa-peristiwa berlalu di belakangku, selalu ada mata asing. Yang terbaik pura-pura mengerti, sebenarnya sama sekali tak mengerti.
 
Gresik, Media Agustus 2001